Minggu, 09 September 2018

MATERI KELAS X SEMESTER GASAL BAB I MUJAHADAH AN-NAFS, HUSNUDZAN DAN UKHUWAH MUJAHADAH AN-NAFS A. Pengertian Mujahadah an-nafs Secara bahasa mujahadah artinya bersungguh-sungguh, sedangkan an-nafs artinya jiwa, nafsu, diri. Jadi mujahadah an-nafs artinya perjuangan sungguh-sungguh melawan hawa nafsu atau bersungguh-sungguh menghindari perbuatan yang melanggar hukum-hukum Allah SWT. B. Macam-macam Nafsu Menurut Al-Qur’an nafsu dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Nafsu Ammarah, yaitu nafsu yang mendorong manusia kepada keburukan (QS Yusuf [12] ayat 53) وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ “ dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan ” (Q.S Yusuf [12] : 53) 2) Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang menyesali setiap perbuatan buruk (QS Al-Qiyamah [75] ayat 2) وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri) “(Q.S Al-Qiyamah [75] : 2) 3) Nafsu Muthmainnah, yaitu nafsu yang tenang (QS Al-Fajr [89] ayat 27-28) يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) Hai jiwa yang tenang Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya “ (Q.S Al-Fajr [89] : 27-28) C. Dalil tentang Mujahadah an-nafs إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (الأنفال : 72) “ Sesungguuhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (tetapi) jika mereka meminta pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah SWT Maha Melihat apa yang kamu kerjakan “ (Q.S Al-Anfal : 72) Isi & Kandungan ayat - Jalinan kasih sayang harus senantiasa saling melindungi antar kaum muslim - Sesama orang beriman harus saling membantu, menolong dan memperkuat, terutama saat menghadapi musibah dan kesulitan. - Perlu kesungguhan bagi setiap muslim untuk bersama-sama memikul beban berat perjuangan. - Keberhasilan dan kesusksesan sangat dipengaruhi komitmen yang tinggi, ikhtiar yang sungguh-sungguh dan kebersamaan dalam merasakan suka dan duka - Perlunya umat melakukan hijrah di saat menghadapi situasi dan kondisi yang serba tidak menentu. Sabda Rasulullah SAW قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ “ Rasulullah SAW bersabda : Bukanlah orang kuat itu yang (biasa menang) saat bertarung/bergulat, tetapi orang kuat itu adalah yang (mampu) mengendalikan nafsunya ketika marah “ (H.R Bukhari, Muslim, Ahmad) Makna dan kandungan hadits -Pengertian kuat dalam islam bukan yang selalu menang daat bertarung, berkelahi atau bergulat -Pentingnya kontrol atau mawas diri ketika meniti kehidupan. -Kemenangan dan keberhasilan hanya dapat diraih oleh orang-orang yang mampu mengendalikan dirinya, meredam hawa nafsunya saat marah, dan selalu meningkatkan kesabaran saat ditimpa musibah, masalah, dan duka nestapa. 9 Contoh Kegiatan dalam mempraktekan Mujahadah an-nafs 1.Menunaikan shalat 5 waktu tepat pada waktunya 2.Menunaikan shalat berjama’ah sesering mungkin 3.Mendirikan shalat dengan khusyuk 4.Berbuat baik kepada orang tua, baik yang masih hidup atau sudah meninggal 5.Menjadi rahmat di lingkungan sosial 6.Membersihkan hati dari rasa sombong, ria, dendam, dan dengki 7.Memelihara lisan dari perkataan bohong, guningan, dan berbantah-bantahan. 8.Membersihkan usaha dan makanan dari yang haram 9.Bertaubat kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya taubat HUSNUDZAN A.Pengertian Secara bahasa kata “husnudzan“ berasal dari bahasa arab yang terdiri dari 2 kata, yang pertama kata “husnu” dan yang keduanya “adz-dzan”. “husnu” mengandung arti “baik”, dan “adz-dzan” artinya “dugaan atau prasangka Husnudzan adalah sikap atau keadaan jiwa yang berprasangka baik atau positif thinking B. Macam-macam Husnudzan 1.Husnudzan kepada Allah SWT (Q.S Al-Baqarah {2} : 216). Husnudzan ini dengan cara : - Senantiasa ta’at dan patuh terhadap perintah Allah SWT - Bersyukur apabila mendapatkan keni’matan. - Bersabar dan ikhlas apabila mendapatkan ujian serta cobaan. - Yakin bahwa terdapat hikmah di balik segala penderitaan dan kegagalan. 2.Husnudzan kepada diri sendiri, dengan cara : - Percaya diri - Gigih - Berinisiatif 3.Husnudzan kepada orang lain atau sesama manusia, dengan cara : - Senang berteman dengan orang lain - Berpikir positif terhadap orang lain - Hormat kepada orang lain - Tidak ada perasaan curiga terhadap orang lain C. Dalil Al-Qur'an tentang Husnudzan بسم الله الرحمن الرحيم يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ “ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang “ (Q.S Al-Hujurat [49] : 12) Isi dan kandungan ayat - Ayat ini mengajarkan umat islam agar memiliki akhlak yang baik, yakni akhlak kepada Allah SWT, Rasul-Nya, dan kepada sesama umat (muslim maupun non muslim), dan akhlak kepada lingkungan - Akhlak bertujuan untuk menyucikan hati atau jiwa - Salah satu akhlak tercela yang harus dihindari adalah prasangka buruk (su’udzan) - Menggunjing juga akhlak tercela yang harus dihindari - Gibah dan Tajassus juga adalah akhlak yang dilarang. Sabda Nabi Muhammad SAW قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-«إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلاَ تَجَسَّسُوا» (رواه البخارى ومسلم) “ Hati-hati kalian dari dzan / prasangka, karena dzan / prasangka itu adalah ucapan paling dusta, dan janganlah kalian memata-matai sesama kalian “ (H.R Bukhari Muslim) D. Hikmah Husnudzan - Senantiasa mensyukuri segala sesuatu yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba (dirinya). - Selalu bersikap khouf (takut) dan raja’ (berhadap) kepada Allah - Akan selalu optimis dan tidak berkeluh kesah serta tidak berputus asa. - Akal fikiran akan selalu jernih dan terjauhkan dari akal fikiran kotor atau negatif. - Terjauh atau terhindar dari permusuhan dengan orang lain dan lebih dapat mempererat tali silaturahmi atau pertemanan - Tentunya dengan husnudzan ini, pelakunya akan disayangi oleh Allah SWT, Rasul-Nya dan orang lain UKHUWAH A. Pengertian Ukhuwah Ukhuwah bisa diartikan sebagai “persaudaraan”. Ukhuwah diartikan sebagai “ setiap persamaan dan keserasian dengan pihak lain, baik persamaan keturunan, dari segi ibu, bapak, atau keduanya, maupun dari segi persusuan “. Secara majazi kata ukhuwah mencakup persamaan salah satu unsur seperi suku, agama, profesi dan perasaan. Dalam kamus-kamus bahasa arab ditemukan bahwa kata “akh” yang membentuk kata ukhuwah digunakan juga dengan arti “teman akrab atau sahabat”. B. Macam-macam Ukhuwah 1.Ukhuwah ‘Ubudiyah atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah SWT. Seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini bersaudara dalam arti memiliki kesamaan dalam beribadah kepada Allah SWT. (Q.S Al-An’am [6] : 3) 2.Ukhuwah Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh ummat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu. (Q.,S Al-Hujurat [49] : 12) 3.Ukhuwah Wathaniyah wa an-nasb, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. (Q.S Al-A’raf [7] : 65) 4.Ukhuwah dalam agama islam, yaitu persaudaraan antara sesama muslim. (Q.S Al-Ahzab [33] : 5) C. Dalil Ukhuwah بسم الله الرحمن الرحيم إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “ Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S Al-Hujurat [49] : 10) Isi dan Kandungan Ayat - Ayat ini merupakan rangkaian ayat akhlak yang harus menjadi landasan dalam menata keluarga dan masyarakat - Semua orang beriman itu bersaudara. - Ukhuwah islamiyah harus dijalin secara kokoh dan kuat sehingga pihak lain akan segan atau gentar menghadapi ummat islam - Ukhuwah islamiyah tidak bersifat sempit, tapi luas tanpa ada batas negara D. Hukum Tajwid Rasulullah SAW bersabda لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ “ Orang yang memutuskan hubungan (silaturahmi) tidak akan masuk surga “ (H.R Bukhari) Kandungan hadits : - Keharusan untuk menjalin hubungan silaturahmi dalam lingkup yang kecil atau yang lebih besar - Berperan aktif mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, bertengkar atau berselisih - Berikhtiar semaksimal mungkin agar tidak menjadi pelaku atau biang keonaran atau perselisihan.

Senin, 03 Februari 2014

ADAB PERGAULAN DALAM ISLAM

PAI kelas X smt II

SMK MUHI I WSB

ADAB PERGAULAN DALAM ISLAM

Adab Pergaulan Laki-Laki Dan Wanita Dalam Islam

  By : Mz Aya


 

            Tuntunan Agama Islam - Sekarang kita coba membahas tentang pergaulan laki-laki dan wanita dalam Islam. Pada zaman Rasûlullâh saw. kaum wanita biasa menghadiri shalat berjama'ah di masjid bersama kaum pria. Kaum wanita juga ikut menghadiri shalat Hari-Raya di lapangan dan bersama-sama mengumandangkan takbir. Bahkan mereka (kaum wanita) diikut-sertakan dalam perang oleh Rasûlullâh saw. terutama untuk merawat orang-orang yang terluka dsb. Hal itu bisa dijumpai dalam kitab-kitab shahîh, seperti: Shahîh Al-Bukhârî,  Muslim dll Begitu-pula dalam hal menuntut ilmu, kaum wanita tidak mau ketinggalan dari kaum pria sehingga mereka membuat waktu khusus bagi Rasûlullâh saw. untuk mengajar dalam majelis mereka sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imâm Al-Bukhârî pada Bab 'Ilmu dalam kitab "Shahîhnya". Namun Islâm tetap memberikan beberapa batasan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
            Dr. Yûsuf Al-Qardhâwî (hafizhahullâh) memberikan 6 (enam) patokan hukum dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan, yaitu:
1.       Menahan pandangan dari kedua-belah pihak. Artinya, tidak boleh melihat 'aurat, tidak boleh memandang dengan syahwat, tidak lama-lama memandang tanpa keperluan, sebagaimana firman Allâh :
           قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَ يَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ...........
            Artinya :
            "Katakanlah kepada orang-orang mumin laki-laki; hendaklah mereka menahan pandangan mata mereka dan memelihara kemaluannya................".
            (Surah An-Nûr (24):30)
            Dan firman Allâh:
           وَ قُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنَ أَبْصَارِهِنَّ وَ يَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ..........
            Artinya :
            "Dan katakanlah kepada para mu'minât perempuan, agar mereka -- juga -- menahan pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka.......".
            (Surah An-Nûr (24):31)
2.       Pihak wanita harus mengenakan pakaian yang sopan yang dituntun syara', yang menutup seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan, jangan tipis dan jangan dengan potongan yang menampakkan bentuk tubuh. Allâh berfirman :
           وَ لاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَ لْيَضْرِبْنَ بِخُمُوْرِهِنَّ عَلَى جُيُوْبِهِنَّ......
            Artinya :
            "...dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya...".
            (Surah An-Nûr (24):31)
             
                  Diriwayatkan dari beberapa shahabat bahwa perhiasan yang biasa tampak ialah muka dan tangan.
                  Allâh berfirman mengenai sebab diperintahkan-Nya berlaku sopan :
           ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ.........
            Artinya :
            ".......Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu...".
            (Surah Al-Ahzâb (33):59)
             
                  Dengan pakaian tersebut, dapat dibedakan antara wanita baik-baik dengan wanita nakal. Terhadap wanita yang baik-baik, tidak ada laki-laki yang suka  mengganggunya, sebab pakaian dan kesopanannya mengharuskan setiap orang yang melihatnya untuk menghormatinya.
3.       Mematuhi adab-adab wanita muslimah dalam segala hal, terutama dalam pergaulannya dengan laki-laki :
a.        Dalam perkataan, harus menghindari perkataan yang merayu dan membangkitkan rangsangan. Allâh berfirman :
           فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَ قُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوْفًا
             Artinya :
             ".........Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik".
             (Surah Al-Ahzâb (33):32)
b.        Dalam berjalan, jangan memancing pandangan orang. Firman Allâh:
             وَ لاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتَهِنَّ..........
             Artinya :
             ".....Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan...".
             (Surah An-Nûr (24):31)
c.        Dalam gerak, jangan berjingkrak atau berlenggang-lenggok, seperti yang disebutkan dalam hadits :
           الْمَائِلاَتُ وَ الْمُمِيْلاَتُ
             Artinya :
             "(Yaitu) wanita-wanita yang menyimpang dari ketaatan dan menjadikan hati laki-laki cenderung kepada kerusakan (kema'shiatan)".
             (H.R. Ahmad dan Muslim)
             Jangan sampai ber-tabaruj (menampakkan 'aurat) sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita jahiliyyah tempo dulu ataupun jahiliyyah modern.
4.- Menjauhkan diri dari bau-bauan yang harum dan warna-warna perhiasan yang seharusnya dipakai di rumah, bukan di jalan dan di pertemuan-pertemuan dengan kaum laki-laki.
5.- Jangan berdua-duaan (laki-laki dan wanita) tanpa disertai mahram. Banyak hadits shahîh yang melarang hal ini seraya mengatakan, "Karena yang ketiga adalah syaithân".
           
Jangan berduaan sekali pun dengan kerabat suami atau isteri. Sehubungan dengan ini, terdapat hadits yang berbunyi:
إِيَّاكُمْ وَ الدُّخُوْلُ عَلَى النِّسَاءِ , قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ , أَرَأََيْتَ الْحَمْوَ ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ                                                         
Artinya :
"Janganlah kalian masuk ke tempat wanita". Mereka (shahabat) bertanya: "Bagaimana dengan ipar wanita?". Beliau menjawab: "Ipar wanita itu membahayakan".
(H.R. Al-Bukhârî)
Maksudnya, berduaan dengan kerabat suami atau isteri dapat menyebabkan kebinasaan, karena bisa jadi mereka duduk berlama-lama hingga menimbulkan fitnah.
6.- Pertemuan itu sebatas keperluan yang dikehendaki untuk bekerja sama, tidak berlebih-lebihan yang dapat mengeluarkan wanita dari naluri kewanitaannya, menimbulkan fitnah, atau melalaikannya dari kewajiban sucinya mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak.
(Lihat Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid II hal. 393 - 395)
            Demikianlah 6 (enam) patokan dalam pergaulan antara kaum laki-laki dengan kaum wanita dalam Islâm, yang Insya-Allâh bila dipatuhi akan mendatangkan manfaat yang besar. (Wallâhu A'lam)
 
 

AKHLAK KELAS X SMT II, ETIKET ISLAMI (Membiasakan Prilaku Terpuji)

ETIKET ISLAMI

Bab 9
Etiket-etiket Islami
A. Tata Krama Berpakaian
a. Fungsi Pakaian Menurut Islam
Ada empat macam fungsi pakaian, yakni
1. Sebagai penutup aurat
2. Untuk menjaga kesehatan
3. Untuk keindahan
4. Fungsi taqwa
5. Fungsi penunjuk identitas
Tuntunan Islam mengandung didikan moral yang tinggi. Dalam masalah aurat, Islam telah menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara pusar sampai kedua lutut. Sedangkan bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Mengenai bentuk atau model pakaian, Islam tidak memberi batasan, karena hal ini berkaitan dengan budaya setempat. Oleh karena itu, kita diperkenankan memakai pakaian dengan model apapun, selama pakaian tersebut memenuhi persyaratan sebagai penutup aurat.
Pakaian merupakan penutup tubuh untuk memberikan proteksi dari bahaya asusila, memberikan perlindungan dari sengatan matahari dan terpaan hujan, sebagai identitas seseorang, sebagai harga diri seseorang, dan sebuah kebutuhan untuk mengungkapkan rasa malu seseorang. Dahulu, pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat, dan juga longgar sehingga tidak memberikan gambaran atau relief bentuk tubuh seseorang terutama untuk kaum wanita. Sekarang orang-orang sudah menyebut pakaian seperti itu sudah dibilang kuno dan tidak mengikuti mode zaman sekarang atau tidak modis. Timbul pakaian you can see atau sejenis tanktop, dll. Yang uniknya, semakin sedikit bahan yang digunakan dan semakin ketat pakaian tersebut maka semakin mahal pakaian tersebut. Ada seseorang yang berkata sedikit mengena, “Anak jaman sekarang bajunya kayak baju anak kecil, pantesan saya nyari baju anak rada susah, berebut ama orang dewasa.” Memang tidak salah dia mengatakan hal seperti itu, toh, itu memang kenyataan. Padahal jika kita tidak bisa menjaga aurat kita, kita akan kerepotan. Sangat tidak mungkin kita akan mengumbar aurat di depan umum, jika hal tersebut dilakukan, maka kita bisa disebut gila. Mau tidak Anda disebut gila?
Anehnya, sekarang banyak kaum wanita terutama muslimah yang belomba-lomba untuk memakai pakaian yang katanya modis tersebut. Pakaian tersebut sebenarnya digunakan oleh para (maaf) PSK dan WTS untuk memikat pelanggan, akan tetapi seiring perkembangan waktu, fungsi pakaian tersebut sudah berubah untuk memikat lawan jenis, sehingga semakin terpikat lawan jenis, semakin banyak pula kasus tindakan asusila yang sering kita baca di media cetak, elektronik, atau mungkin kita pernah melihat atau mengalaminya sendiri. Pelecehan seksual ada di mana-mana. Tidakkah para mukminin dan mukminat telah diperintahkan oleh Allah di dalam kitab nan suci, al-Qur’an, surat Al-A’raf ayat 26:
          •           
Artinya: Hai, anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagaian dari tanda-tanda Kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS Al A’raf : 26)
Atau Q.S. Al-Ahzab ayat 59
 •                      
Artinya: Hai para Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Ahzab : 29)
Tapi mengapa hanya kaum wanita saja yang dibahas? Ya, karena wanita adalah manusia yang paling dijaga harga dirinya oleh Allah SWT. Sudah dijaga koq masih tidak bersyukur?
Coba pikirkan, sangat sayangnya Allah kepada wanita, Allah Yang Maha Penyayang sampai-sampai membahas hal-hal sekecil itu. Maka dari itu marilah kita menjaga harga diri wanita muslimah kita demi tercapainya masa depan yang cerah.
b. Adab Berpakaian
Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit sehingga membentuk tubuhnya yang asli). Kendati pun fungsi utama (sebagai penutup aurat) telah dipenuhi, namun apabila pakaian tersebut dibuat secara ketat (sempit) maka hal itu dilarang oleh Islam. Demikian juga halnya pakaian yang terlalu tipis. Pakaian yang ketat akan menampilkan bentuk tubuh pemakainya, sedangkan pakaian yang terlalu tipis akan menampakkan warna kulit pemakainya. Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam karena hanya akan menarik perhatian dan menggugah nafsu syahwat bagi lawan jenisnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
صِنْقَانِ مِنْ اَهْلِ النَّارِ لَمْ اَرَهُمَا قَوْمٌ سِيَاطٌ كَا الاَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ . وَ نِسَاءٌ كَا سِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ رَؤَوْسَهُنَّ كَأَشْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلاَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَ لاَ يَخِذْ نَ رِيْحَهَا لَيُوْخَذُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذاً وَ كَذاً (رواه مسلم)
Artinya: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu 1) kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam, 2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga itu dapat tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR Muslim)
Ada dua maksud yang menjadi kesimpulan pada hadits ini, yaitu sebagai berikut:
1. Maksud kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi ialah perempuan-perempuan yang suka menggunakan rambut sambungan (cemara dalam bahasa jawa), dengan maksud agar rambutnya tampak banyak dan panjang sebagaimana wanita lainnya. Selanjutnya, yang dimaksud rambutnya seperti atau sebesar punuk unta adalah sebutan bagi wanita yang suka menyanggul rambutnya. Kedua macam cara tersebut (memakai cemara dan menyanggul) termasuk perkara yang tecela dalam Islam
2. Mereka dikatakan berpakaian karena memang mereka menempelkan pakaian pada tubuhnya, tetapi pakaian tersebut tidak berfungsi sebagai penutup aurat. Oleh karena itu, mereka dikatakan telanjang. Pada zaman modern seperti sekarang ini, amat banyak manusia (perempuan) mengenakan pakaian yang amat tipis sehingga warna kulitnya tampak jelas dari luar. Sementara itu banyak pula perempuan yang memakai pakaian relatif tebal, namun karena sangat ketat sehinga bentuk lekuk tubuhnya terlihat jelas. Kedua cara berpakaian seperti itu (terlampau tipis dan ketat) termasuk perkara yang dilarang dalam Islam.
Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah ialah:
• Pakaian itu haruslah menutup aurat sebagaimana yang dikehendaki syariat.
• Pakaian itu tidak terlalu tipis sehingga kelihatan bayang-bayang tubuh badan dari luar.
• Pakaian itu tidak ketat atau sempit tapi longgar dan enak dipakai. la haruslah menutup bagian-bagian bentuk badan yang menggiurkan nafsu laki-laki.
• Warna pakaian tersebut suram atau gelap seperti hitam, kelabu asap atau perang.
• Pakaian itu tidak sekali-kali dipakai dengan bau-bauan yang harum
• Pakaian itu tdak ‘bertasyabbuh’ (bersamaan atau menyerupai) dengan pakaian laki-laki yaitu tidak meniru-niru atau menyerupai pakaian laki-laki.
• Pakaian itu tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir dan musyrik.
• Pakaian itu bukanlah pakaian untuk bermegah-megah atau untuk menunjuk-nunjuk atau berhias-hias.
Aurat perempuan yang merdeka (demikian juga khunsa) dalam sholat adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan yang lahir dan batin hingga pergelangan tangannya. Oleh karena itu jika nampak rambut yang keluar ketika sholat atau nampak batin telapak kaki ketika rukuk dan sujud, maka batallah sholatnya.
Aurat perempuan merdeka di luar sholat di hadapan laki-laki ajnabi atau bukan muhram, yaitu seluruh badan. Artinya, termasuk muka, rambut, kedua telapak tangan (lahir dan batin) dan kedua telapak kaki (lahir dan batin). Maka wajib ditutup atau dilindungi seluruh badan dari pandangan laki-laki yang ajnabi untuk mengelakkan dari fitnah. Demikian menurut mahzab Syafii.
Di hadapan perempuan yang kafir, auratnya adalah seperti aurat bekerja yaitu seluruh badan kecuali kepala, muka, leher, dua telapak tangan sampai kedua siku dan kedua telapak kakinya. Demikianlah juga aurat ketika di hadapan perempuan yang tidak jelas pribadi atau wataknya atau perempuan yang rusak akhlaknya.
Ketika sendirian, sesama perempuan dan laki-laki yang menjadi muhramnya Auratnya adalah di antara pusat dan lutut. Walau bagaimanapun, untuk menjaga adab dan untuk memelihara dan berlakunya hal yang tidak diingini, maka perlulah ditutup lebih dari itu agar tidak menggiurkan nafsu. Ini adalah penting untuk menghindarkan fitnah.
Salah satu permasalahan yang kerap kali dialami oleh kebanyakan manusia dalam kesehariannya adalah melepas dan memakai pakaian baik untuk tujuan pencucian pakaian, tidur, atau yang selainnya. Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan melepas dan memakai pakaian adalah sebagai berikut : Mengucapkan Bismillah. Hal itu diucapkan baik ketika melepas maupun memakai pakaian. Imam An-Nawawy berkata : “Mengucapkan bismillah adalah sangat dianjurkan dalam seluruh perbuatan”. Memulai dengan yang sebelah kanan ketika akan memakai pakaian. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Apabila kalian memakai pakaian maka mulailah dengan yang sebelah kanan”.

c. Kaum Lelaki Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra
Dalam hal ini, cincin emas dan pakaian sutra yang dipakai oleh kaum lelaki, Khalifah Ali r.a pernah berkata:
نَهَاتِى رَسُوْلُ اللهِ ص م عَنِ التَّخَتُمِ بِالذَّهَبِ وَ عَنْ لِبَاسِ الْقَسِّى وَ عَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ (رواه الطبرانى)
Artinya: “ Rasulullah SAW pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutra serta pakaian yang dicelup dengan ashfar.” (HR Thabrani)
Yang dimaksud dengan ashfar ialah semacam wenter berwarna kuning yang kebanyakan dipakai oleh wanita kafir pada zaman itu. Ibnu umar meriwayatkan sebagai berikut:
رَأَى رَسُوْلُ اللهِ ص م عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ : اِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا
Artinya: “Rasulullah SAW pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengn ashfar maka sabda beliau: Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu janganlah engkau pakai.”
Larangan bagi laki-laki memakai cincin emas dan pakaian dari sutra adalah suatu didikan moral yang tinggi. Allah telah menciptakan kaum lelaki yang memiliki naluri berbeda dengan perempuan, memiliki susunan tubuh yang berbeda dengan tubuh perempuan. Lelaki memiliki naluri untuk melindungi kaum perempuan yang relatif lemah kondisi fisiknya. Oleh sebab itu, sangat tidak layak kiranya apabila lelaki meniru tingkah laku perempuan yang suka berhias dan berpakaian indah serta suka dimanja. Dari sisi lain, larangan ini sekaligus sebagai upaya pencegahan terhadap sikap hidup bermewah-mewahan, sementara masih banyak rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan.
B. Tata Krama Berhias
Pada hakikatnya Islam mencintai keindahan selama keindahan tersebut masih berada dalam batasan yang wajar dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama. Selain itu, berhias juga bagian dari naluri manusia sebagaimana firman Allah swt
 ••                         
Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran [3]: 14)
Beberapa ketentuan agama dalam masalah berhias ini antara lain sebagai berikut:
a. Laki-laki dilarang memakai cincin emas
Sebagaimana larangan yang ditujukan oleh Rasulullah SAW terhadap Ali r.a
b. Jangan bertato dan mengikir gigi
Pada zaman jahiliyah banyak wanita Arab yang menato sebagian besar tubuhnya, muka dan tangannya dengan warna biru dalam bentuk ukiran. Pada zaman sekarang ini (khususnya di lingkungan masyrakat kita) bertato banyak dilakukan oleh kaum lelaki. Dengan bertato ini, mereka merasa mempunyai kelebihan dari orang lain.
Adapun yang dimaksud dengan mengikir gigi ialah memendekkan dan merapikan gigi. Mengikir gigi banyak dilakukan oleh kaum perempuan dengan maksud agar tampak rapi dan cantik. Rasulullah SAW bersabda;
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص م اَلْوَاشِمَةَ وَ الْمُشْتَوْشِمَةَ وَ اْلوَاشِرَةَ وَ اْلمُشْتَوْشِرَةَ (رواه الطبرانى)
Artinya: “Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menato dan yang minta ditato, yang mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya.” (HR At Thabrani)
c. Jangan menyambung rambut
Selain hadits yang tersebut didepan (dalam hal menyambung rambut) terdapat pula riwayat sebagai berikut:
سَاَلَتْ اِمْرَاَةَ النَّبِيَّ ص م فَقَالَتْ يَا رَسُوِلُ اللهِ اِنَّ ابْنَتِي اَصَابَتْهَا الْحِصْيَةُ فَاَمْرَقَ شَعْرُهَا وَاِنِّي زَوَّجْتُهَا اَفَأَصِلُ فِيْهِ؟ فَقَالَ : لَعَنَ اللهِ الْوَاصِلَةَ وَ الْمُسْتَوْصِلَةَ (زواه البجارى)
Artinya: “Seorang perempuan bertanya kepada nabi SAW: Ya Rasulullah, sesunguhnya anak saya tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya, dan saya ingin menikahkan dia. Apakah boleh saya menyambung rambutnya?. Rasulullah menjawab: Allah melaknat perempuan yang melaknat perempuan yang melaknat rambutnya.” (HR Bukhari)
d. Jangan berlebih-lebihan dalam berhias
Berlebih lebihan ialah melewati batas yang wajar dalam menikmati yang halal. Berhias secara berlebih-lebihan cenderung kepada sombong dan bermegah-megahan yang sangat tercela dalam Islam. Setiap muslim dan muslimat harus dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat menyebabkan kesombongan, baik dalam berpakaian maupun dalam berhias bentuk yang lain. Memoles wajah dengan bahan make-up terlampau banyak serta menggunakan perhiasan emas pada leher, kedua tangan dan kedua kaki secara mencolok termasuk berlebih-lebihan. Perbuatan yang demikian itu tidak lain adalah bermaksud untuk menarik perhatian pihak lain, terutama lawan jenisnya. Apabila yang dimaksudkan adalah untuk menarik perhatian suaminya maka hal itu baik untuk dilakukan. Akan tetapi, apabila yang dimaksud itu semua orang (selain suami) maka hal itu termasuk perbuatan yang dilarang dalam Islam. Selain menjurus kepada sikap sombong, berlebih-lebihan termasuk perbuatan tabzir, sedangkan tabzir dilarang oleh Allah SWT.
“26) Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. 27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS Al Isra : 26-27)
C. Tatakrama Bertamu dan Menerima Tamu
a. Tata Krama Bertamu
Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaran.. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat.
Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirman:
                                                       
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An Nur : 58)
Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.
Cara Bertamu yang Baik (Adab Bertamu)
Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain sebagai berikut:
a. Berpakaian yang rapi dan sopan
Bertamu dengan memakai pakaian yang sopan berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan sopan akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….” (QS Al Isra : 7)
b. Memberi isyarat dan salam ketika datang
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Diriwayatkan bahwa:
اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو داود)
Artinya: “Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan “Assalamu’alaikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalamu’alaikum, bolehkah aku masuk?” Nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia.” (HR Abu Daud)
c. Jangan mengintip ke dalam rumah
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuah lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)
d. Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
Jika telah tiga kali namun belum ada jawaban dari tuan rumah, hendaknya pulang dahulu dan datang pada lain kesempatan.
e. Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya: “Dari Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)
Kata “Saya” belum memberi kejelasan. Oleh sebab itu, tamu hendaknya menyebutkan nama dirinya secara jelas sehingga tuan rumah tidak ragu lagi untuk menerima kedatangannya
f. Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilakan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
g. Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah tuan rumah mempersilakan untuk masuk, hendaknya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya), lebih baik ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.
h. Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati
Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilakan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilakan dirinya.
i. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” (HR Abu Daud dan Turmudzi)
j. Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memilih
Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Melainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain
k. Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran
Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada piring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.
l. Segeralah pulang setelah selesai urusan
Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicaraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah telah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan rumah menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.

Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam
Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga malam. Waktu tersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamunya.
b. Tata Krama Menerima Tamu
1. Kewajiban Menerima Tamu
Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi umatnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari)
2. Cara Menerima Tamu yang Baik
1) Berpakaian yang sopan
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang sopan pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian sopan dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda yang artinya: “Makan dan minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya pada hamba-Nya.” (HR Baihaqi)

2) Menerima tamu dengan sikap yang baik
Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.

3) Menjamu tamu sesuai kemampuan
Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.

4) Tidak perlu mengada-adakan
Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah

5) Lama waktu
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:
اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)
Artinya: “Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)

6) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.

c. Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam rumahnya tanpa izin suaminya
Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri wanita tersebut. Allah berfirman:
        
Artinya: ”…Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…” (QS An Nisa : 34)
Rasulullah SAW bersabda;
اَلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَ هِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه احمد و البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى و ابن عمر)
Artinya: “Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar)
Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang lagi (jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita tersebut) hanya seorang diri, sama saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah tangganya.
D. Tata Krama Bepergian
1. Sekilas tentang Bepergian
Dalam Islam, bepergian (rihlah) bermakna berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mencapai tujuan baik materi maupun nonmateri. Adapun gerakan yang dilakukan selama rihlah dalam menempuh suatu jarak tertentu disebut safar.
2. Macam-macam Bepergian
a. Bepergian untuk keselamatan
Contoh: hijrah yang dilakukan nabi dan para sahabat saat dakwah Islam pertama di Mekkah.
b. Bepergian untuk tujuan keagamaan
Contoh: bepergian untuk menuntut ilmu, silaturahmi, mencari ibrah (hikmah atas kebesaran Allah), mengunjungi tempat-tempat mulia, dan lain-lain
c. Bepergian untuk kemaslahatan duniawi
Contoh: bepergian untuk menengahi sebuah pertikaian, untuk dakwah, untuk bermusyawara hal-hal penting, dan lain-lain
d. Turisme
Contoh: naik gunung, berwisata ke suatu tempat, dan lain-lain
3. Tata Krama Bepergian dalam Islam
a. Tata krama yang bersifat umum
1. Mencari keridhaan Allah swt, yaitu dengan niat yang baik (bukan untuk bermaksiat kepada Allah)
2. Ikhlas
3. Memohon pertolongan kepada Allah swt agar mendapatkan kemudahan dan bersabar jika mengalami hambatan
4. Salat dua rakaat sebelum berangkat
5. Mengambil atau menunjuk satu orang sebagai pembimbing atau kepala rombongan jika diperlukan
6. Berakhlak yang baik, tidak berbuat kerusakan atau maksiat kepada Allah
7. Saling membantu dalam atau antarrombongan
8. Segera kembali apabila urusan sudah selesai
9. Berdoa apabila sudah kembali sebagai tanda syukur

b. Tata krama yang bersifat khusus
1. Persiapan biaya atau bekal sesuai kebutuhan
2. Persiapan pengetahuan, untuk memudahkan kita di tempat-tempat yang asing dan baru demi keselamatan diri
3. Persiapan medis






















LATIHAN
A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dari pernyataan di bawah ini!
1. Berikut ini perhiasan yang dilarang , kecuali…
a. Memakai cincin emas bagi laki-laki
b. Bertato dan mengikir gigi
c. Berlebih-lebihan
d. Menyambung rambut
e. Memakai minyak rambut
2. Allah SWT berfirman: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid”. Hal tersebut dinyatakan dalam surat Al A’raf ayat …
a. 3
b. 13
c. 23
d. 31
e. 43
3. Menjaga kebersihan adalah merupakan perbuatan yang disukai oleh Allah SWT. Sebagaimana dinyatakan dalam surat At Taubah ayat ….
a. 8
b. 18
c. 48
d. 78
e. 108
4. Fungsi utama pakaian menurut agama Islam adalah …
a. nyaman dipakai
b. hasil budaya
c. penutup aurat
d. penjaga keindahan
e. penjaga kesehatan
5. Perintah menutup aurat diperintahkan Allah dalam surat …
a. An Naba : 31
b. An Nisa : 31
c. An Najm : 5
d. An Nahl : 31
e. An Nur : 31
6. Allah SWT memerintahkan kepada orang yang beriman agar auratnya ditutup dan tidak sembarangan orang yang boleh melihatnya. Hal tersebut bertujuan agar …
a. terjaga kehormatan orang tersebut
b. tidak tersentuh oleh orang lain
c. dipandang orang taat beragama
d. tetap bersih
e. tampak lebih rapi
7. Dalam Islam kewajiban menghormati tamunya selama … hari
a. satu
b. dua
c. tiga
d. empat
e. lima
8. Dalam etika bertamu dan bermalam sebaiknya melihat situasi dan kondisi tuan rumahnya, sebab …
a. tuan rumah kurang kuat agamanya
b. tidak punya kamar untuk beristirahat
c. akan berdosa jika dapat memuliakan tamunya
d. setiap orang mempunyai kebiasaan yang berbeda
e. rumahnya masih kontrakan
9. Menerima dan menghormati tamu adalah…
a. wajib
b. anjuran
c. haram
d. sunah
e. jaiz
10. Berhias yang berlebih-lebihan dilarang oleh Islam, karena…
a. orangnya miskin
b. hanya sebagai ibu rumah tangga
c. menghambur-hamburkan harta
d. orangnya hitam
e. pendidikannya rendah
11. Diantara tata cara bertamu yang baik adalah…
a. harga baju yang dipakai mahal
b. membawa teman
c. berpakaian rapi dan sopan
d. pakai kendaraan
e. sendirian
12. Dibawah ini cara bertamu yang baik, kecuali….
a. Berpakaian yang rapi dan sopan,
b. Memberi isyarat dan salam ketika datang
c. Jangan mengintip ke dalam rumah
d. Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
e. Memaksa masuk dan katakan bahwa kita benar
13. Berikut ini cara menerima tamu yang baik, kecuali…
a. Berpakaian yang sopan
b. Menerima tamu dengan sikap yang baik
c. Menjamu tamu sesuai kemampuan
d. Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
e. Suruh tamunya pulang setelah kita merasa bosan
14. Apabila ada tamu laki-laki bagi seorang isteri yang suaminya tidak di rumah sebaiknya …
a. Mempersilakan masuk
b. Menunggu sampai suaminya pulang
c. Tidak memberi izin karena suaminya tidak di rumah.
d. Suruh ke rumah tetangga dalam rangka menunggu
e. Suruh ke rumah dan mempersilakan makan

15. Artinya ialah   
a. Hai orang-orang yang beriman,
b. Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
c. Sebelum meminta izin dan memberi salam
d. Yang demikian itu lebih baik bagimu,
e. Agar kamu (selalu) ingat
16. “Janganlah kamu memasuki rumah”
a.  
b.  •
c.  
d. 
e. •
17. Pakaian yang tidak boleh dipakai oleh laki-laki….
a. Celana panjang
b. Celana pendek sampai bawah lutut
c. Baju kemeja
d. Baju kaos
e. Kain sutra
18. Potongan ayat ini artinya…
a. Hai orang-orang yang beriman,
b. Kamu memasuki rumah
c. Hingga meminta izin
d. Memberi salam kepada ahlinya
e. Yang demikian itu lebih baik bagimu
19. Potongan ayat ini berarti…. 
a. Hai orang-orang yang beriman,
b. Kamu memasuki rumah
c. Hingga meminta izin
d. Memberi salam kepada ahlinya
e. Yang demikian itu lebih baik bagimu
20. Arti potongan ayat ini …… 
a. Hai orang-orang yang beriman,
b. kKmu memasuki rumah
c. Hingga meminta izin
d. Memberi salam kepada ahlinya
e. Yang demikian itu lebih baik bagimu

B. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan tepat dan benar!
1. Sebutkan sedikitnya tiga fungsi pakaian!
2. Apakah yang dimaksud dengan aurat? Jelaskan!
3. Sebutkan larangan bertamu untuk tiga waktu aurat!
4. Sebutkan sedikitnya tiga cara bertamu yang baik!
5. Mengapa Islam mewajibkan umatnya menghormati tamu!
6. Kenapa seorang lelaki muslim tidak memakai perhiasan emas,perak dan sutra? jelaskanlah pendapatmu!
7. Kenapa seorang isteri dilarang menerima tamu lelaki tanpa seizin suaminya? Jelaskan!
8. Kenapa bertamu dibatasi sampai 3 malam? Jelaskan!
9. Jelaskan tata cara berhias!
 ••          

10. Terjemahkan ayat diatas!

Rabu, 22 Januari 2014

MENGUBAH KEMUNGKARAN DENGAN TANGAN, LISAN ATAU HATI

Hal Hal Apakah Yang Membuat Muka Bumi (Hidup) itu Lebih Baik?


Artinya : Dari Abu Hurairah Berkata : Rasulullah bersabda,''Apabila pemimpin kalian adalah orang yang paling baik, orang yang kaya di antara kalian adalah orang yang murah hati (pemurah), dan urusan kalian diselesaikan dengan musyawarah maka muka bumi lebih baik bagi kalian dari perut bumi. Akan tetapi, jika para pemimpin kalian adalah orang yang jahat di antara kalian, orang kaya di antara kalian adalah orang yang bakhil, dan urusan kalian diserahkan kepada istri istri (para wanita) kalian, maka perut bumi (mati) lebih baik bagi kalian dari muka bumi (hidup).''(H.R TIRMIZI) 
 
Isi Kandungan Hadits
Yang dimaksud dengan muka bumi adalah hidup atau kehidupan, sedangkan yang dimaksud dengan perut bumi adalah mati atau kematian. Oleh karena itu, bila keadaan di suatu negeri misalnya pemimpinnya dipilih dari orang yang terbaik oleh rakyatnya (berarti adil bijaksana dan tidak zalim), orang orang kaya yang ada punya sifat murah hati, juga segala hal dibicarakan bersama sama (musyawarah), kehidupan akan menjadi sangat baik. Kehidupan akan terasa tentram, damai, dan sangat menggairahkan.
Sebalinya, bila keadaan suatu negeri pemimpinnya zalim (tidak disukai masyarakat), juga orang orang kaya bersifat bakhil, atau segala permasalahan yang ada tidak dibicarakan bersama secara musyawarah oleh ahlinya, keadaan masyarakat negeri itu akan menjadi sangat menakutkan. Jika dalam masyarakat suatu negeri yang terjadi demikian, kematian (bagimu) adalah lebih baik.

Hadits 34: Mengubah Kemungkaran (Bagian Kedua)


Hadits ke-34 yang berisi sabda Rasulullah tentang mengubah/mengingkari kemungkaran (inkarul munkar) dengan tangan, lisan, dan hati, mengandung beberapa istilah penting untuk kita pahami agar mengerti maksud hadits secara detail.

ISTILAH PENTING

Ra-a (melihat), bukan sekadar menyaksikan dengan mata tetapi juga mencakup makna mengetahui. Para ulama menyebutnya ru'yah bashariyah (melihat dengan mata) dan ru'yah 'ilmiyah (mengetahui).
Orang yang tidak melihat dan menyaksikan secara langsung, tidak akan tahu kecuali diberitahu. Terkait hal ini, ada dua persoalan. Pertama, apakah memberitahu orang yang tidak menyaksikan termasuk ghibah? Kedua, pihak yang diberitahu wajibkah melakukan inkarul munkar padahal ia tidak menyaksikannya secara langsung? Para ulama berpendapat, orang yang mengetahui kemungkaran, meski tidak menyaksikannya secara langsung, ia tetap terkena kewajiban inkarul munkar (mengingkari kemungkaran tersebut).
Munkaran(kemungkaran), menurut Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani, adalah segala perbuatan dan ucapan yang oleh akal sehat dan atau oleh syariat dinilai sebagai keburukan.
Taghyir,falyughayyirhu. Kata taghyir biasa diartikan 'perubahan'. Secara mendalam, taghyir mengandung dua makna, yaitu memunculkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada, atau; perpindahan dari satu kondisi ke kondisi lainnya.
Secara harfiah dan lahiriah, tugas mukmin saat melihat dan mengetahui kemungkaran adalah melakukan perubahan. Lawan dari munkar adalah ma’ruf, yaitu segala sesuatu yang oleh akal sehat dan atau syariat dinilai sebagai kebaikan.
Cara melakukan perubahan, di antaranya, menghilangkan kemungkaran dan menggantinya dengan kebaikan (ma’ruf), menghilangkan sebab/faktor munculnya kemungkaran, meminimalkan kemungkaran dan faktor-faktor terjadinya kemungkaran, memperbanyak kebaikan dan faktor-faktor terjadinya kebaikan (ma’ruf) agar mendominasi kehidupan manusia.

UBAH DENGAN TANGAN
Hadits ini menuntut umat Islam memiliki kemampuan tertinggi dalam mengubah kemungkaran, yaitu dengan tangan. Makna ‘kemampuan’ (istitha’ah), mencakup dua hal, yaitu mampu untuk melakukan sesuatu, dalam konteks ini mengubah kemungkaran, dan; mampu untuk menolak, menjauhkan, menghindarkan, dan mengendalikan kerusakan (mafsadah) yang mungkin timbul sehingga kemungkaran bisa hilang atau berkurang.
Mengubah dengan tangan mencakup:
  • Tidak menyediakan fasilitas/alat/sebab bagi pelaku kemungkaran.
  • Menghalangi pelaku kemungkaran agar tidak dapat melakukannya.
  • Memukul pelaku kemungkaran agar ia terhenti dan membatalkan kemungkarannya.
  • Merusak alat kemungkaran agar tidak dapat dipakai lagi.
  • Menghambat atau mempersempit gerak pelaku kemungkaran agar tidak leluasa melakukan kemungkaran.

RELASI PELAKU DAN PENGUBAH KEMUNGKARAN
Ada empat pola hubungan antara pengubah kemungkaran dan pelaku kemungkaran.
a. Pengubah kemungkaran memiliki kekuasaan khusus atas pelaku kemungkaran. Contoh, kekuasaan orangtua atas anak. Dalam kondisi ini pengubah kemungkaran wajib melakukan inkarul munkardengan tangan, syaratnya:
  1. Tidak sampai ke tingkat pelanggaran jinayat (cacat fisik) dan atau mengalirkan darah.
  2. Tidak sampai menghilangkan nyawa.
b. Pengubah kemungkaran memiliki kekuasaan umum atas pelaku kemungkaran, seperti pemerintah pada rakyatnya. Dalam pola ini pemilik kekuasaan umum wajib melakukan inkarul munkar dengan tangannya. Jika ia mendapatkan perlawanan dari pelaku kemungkaran, maka pemilik kekuasaan umum dibenarkan menggunakan senjata untuk menghentikan kemungkaran. Yang perlu ditegaskan, itu dilakukan ikhlas karena Allah swt dan demi tegaknya agama.
c. Pengubah kemungkaran tidak memiliki kekuasaan apa pun terhadap pelaku kemungkaran. Misal, antara sesama rakyat. Jika ini terjadi, maka hendaknya mengikuti kalkulasi prediksi dan hukum menurut para ulama (Lihat boks: Klasifikasi Perubahan Kemungkaran); dan melaporkannya ke pihak-pihak yang memiliki kemampuan inkarul munkar dengan tangan.
d. Pelaku kemungkaran memiliki wilayah umum terhadap pengubah kemungkaran. Contoh, orang per orang dari rakyat terhadap penguasa. Dalam hal ini, rakyat secara individu atau kolektif haruslah:
  1. Mengukur dan melihat kemampuan sebagaimana yang dimaksud dalam pembahasan sebelumnya.
  2. Tidak dibenarkan melakukan inkarul munkar dengan tangan, apalagi senjata.
  3. Memakai cara-cara inkarul munkar selain tangan yang efektif dan tidak berakibat menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Terkait hal ini, Prof Dr Yusuf Al-Qaradhawi berpendapat, rakyat hendaknya bersabar dan memperkuat ikatan sesama mereka untuk mengubah dengan lisan, pena, dakwah, tau’iyah dan taujih sehingga memiliki dukungan opini publik yang besar dan kuat. Dan melakukan tarbiyah dengan membentuk generasi yang mampu memikul beban inkarul munkar yang berat (Lihat: Fiqih Jihad 2/1050).
e. Pelaku kemungkaran memiliki wilayah khusus atas pelaku inkarul munkar. Misal, seorang anak yang hendak melakukan inkarul munkar terhadap ayahnya. Anak ini wajib melakukan inkarul munkar dengan tangan selama itu tidak menimbulkan mudharat yang lebih besar, dan atau melaporkannya ke orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan inkarul munkar kepada orangtuanya.


Ubah dengan tangan atau ubah dengan hati?

"Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu cegahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah iman."  (Hadits riwayat Imam Muslim).

Hadits di atas bukanlah alasan untuk mencegah kemungkaran dengan cara yang kasar, yang tidak mencerminkan bahwa Islam adalah agama yang menyeru kepada kedamaian... serulah kedamaian dengan cara yang damai... "berperang" itu hanyalah keterpaksaan yang harus dilakukan... bukan sebuah pilihan yang utama... itu sebabnya barangkali mengapa perintah perang tidak turun kecuali setelah saat 15 tahun berdakwah...

Dan Ketahuilah bahwa kita memang tidak punya kekuatan apapun... alias tidak punya kemampuan apapun... apalagi kemampuan untuk mengubah orang lain...bahkan mengubah diri sendiri saja seringkali kita sudah kerepotan..."mungkin saja" kita bisa berbuat keras, dan agak kasar kepada kemungkaran mereka tapi belum tentu bisa mengubah hati mereka..sebab hanya Allah yang mengubah hati...yup hanya kemampuan ALLAH SWT sajalah yang ada di dunia dan akhirat .......

Laa haula walaa quwwata illaa billaah...

Dan sebenarnya, kemungkaran yang sejati tidak terjadi di luar sana, tapi di dalam sini, di diri ini. Dan kita sebenarnya tidak mampu mengubah apapun sebelum mengubah diri sendiri atas izin ALLAH ....

Malulah jika kita berfokus kepada kemaksiatan orang lain tapi lupa bahwa dosa kita pun tidak sedikit...

Itu sebabnya ISTIGHFAR adalah solusi terbaik mencegah kemungkaran. Yup, teruslah membersihkan diri (sebagaimana Rosulullah saw pun sering beristighfar, padahal beliau ma'shum), maka insya Allah perubahan di sekitar kita pun akan terjadi.

Jadi, menurut hemat saya, makna hadist itu sejatinya adalah,

Jika kamu melihat kemungkaran, maka ubahlah dirimu dengan aksi nyata, berilah contoh/uswah kepada mereka tentang kebaikan sejati....

Jika kamu kesulitan berbuat aksi nyata yang sedang mengubah diri kamu, atau aksi nyatamu tidak berefek kepada perubahan di sekitarmu, maka coba ubahlah kata-katamu menjadi lebih baik lagi..lebih positif lagi... dan berdakwalah kepada mereka dengan kata-kata yang baik....

Dan jika kata-kata mu pun belum bisa optimal kamu hadirkan dalam kehidupanmu, atau kata-katamu tidak berefek kepada perubahan mereka, maka yang terpenting kamu ubah hatimu..fokuslah hanya kepada Allah... nah itu lah level awal dari keimanan... yaitu mengubah hati kita..membersihkan hati kita..bertaubat..bebersih...beristighfar....


Kita harus selalu memperbaharui diri kita, membersihkan diri kita, meng-nol-kan diri kita, sehingga kita bisa "selaras" dengan Kehendak Ilahi, dan inspirasi tanpa batas dari-Nya pun menghadirkan Solusi. Mari bebersih, mari bertaubat, mari beristighfar. Sungguh jika kita membersihkan diri, mk kita pun tengah membersihkan alam semesta...

"(yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Q.S. 25:69-72)

"Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (Q.S. 13:11)

Yup, kita tak bisa menolak keburukan di sekitar kita, tapi kita diberikan keleluasaan dariNya agar mau mengubah diri sendiri, menolak keburukan di dalam diri kita. Menubah diri artinya mengubah dunia atas restuNya.

"Bulan" kemarin kita DUA KALI sudah melewati TAHUN BARU. Perubahan tahun ini semoga bisa menjadi "memoentum" perubahan diri. Diri yang berubah insya Allah lebih berpeluang mengubah semesta.  Dengan membersihkan diri kita dalam pertaubatan yang tulus, maka sejatinya kita pun tengah membantu "membersihkan" alam semesta. Islam pun tidak lagi menjadi ancaman bagi semesta, melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam...